Sabtu, 10 November 2012

Aku Tak Sengaja Suka Matematika

      Mendengar kata matematika bagi sebagian orang mungkin merupakan hal yang menakutkan, tak jarang mereka menganggap matematika sebagai musuh no 1 untuk mata pelajaran di sekolah. Belum lagi guru yang mengajarkan nya pun membuat para siswa ketar-ketir, hal itu pernah saya alami juga sewaktu sekolah menengah.
     Memang sewaktu Sekolah dasar, aku selalu terpilih sebagai wakil untuk lomba yang berkaitan dengan matematika, tapi itu cuma sebatas wakil kelas, gak lebih dari itu!. Selalu kalah jika ditandingkan dengan kelas-kelas lain yang ada disekolah tersebut.
    Aku ini merupakan orang yang pemalas, tak pernah rela duduk sekitar 1-4 jam hanya untuk belajar ataupun menghafal. Hal ini juga yang membawa aku menjadikan matematika sebagai musuh utama dalam mata pelajaran, disamping Biologi tentunya. Pernah suatu hari di SMA, aku dipanggil guru matematika untuk mengerjakan sebuah soal matematika di depan kelas, soalnya tak sulit kok cuma tulis akar 2 menjadi bilangan berpangkat dengan bilangan pokoknya 2. Rasa cemas ditambah gugup menghampiri aku saat akan maju ke depan kelas untuk menyelesaikan, hampir 15 menit aku hanya melongo ke papan tulis karena tak tahu cara untuk menjawabnya. Jangankan untuk bertanya kepada teman, menengok ke belakang saja tak berani karena sang guru terus memperhatikan aku. Lama-lama guru itu pun kesal dan dia bilang, "Masa kamu ga bisa ngejawab pertanyaan gampang tadi?, suka belajar ga di rumah?". Ya dengan polosnya aku cuma jawab, "gak bisa bu". Guru itu pun terlihat kesal, lalu dia berbicara kepada murid yang lainnya,"hey, coba kalian jawab, apa jawabannya?". "2 pangkat setengah bu", dengan kencang mereka semua menjawab itu, dan hal itu ibarat pukulan telak bagiku, dan bertanya kepada diri sendiri, "Apakah aku sebodoh ini? Apa Tuhan menciptakan ku menjadi seseorang yang bodoh? tapi aku rasa Tuhan tak akan seperti itu". Oke lanjut, akhirnya aku disuruh duduk kembali setelah hampir setengah jam diam didepan kelas.
     Setelah kejadian itu tidak ada yang berubah dari diriku, tetap saja malas dan banyak main. Sekedar informasi aku memilih program IPA di SMA, hal itu tentunya merupakan sebuah paksaan yang halus dari kedua orang tua ku, tapi jika dipikir benar juga aku harus masuk IPA, tapi bukan karena pintar melainkan aku yang malas belajar pastinya akan lebih terseret jika ada di IPS yang notabene banyak hafalannya. Masih ingat waktu itu pembelajaran matematika telah masuk pada bab trigonometri, Anda tahu sendirilah betapa sulitnya bab yang satu ini, tapi anehnya aku mulai menyukai matematika gara-gara trigonometri. 
    Hari itu seperti biasanya saya pulang sekolah dan bersiap-siap untuk main, tapi anehnya saya ingin mengerjakan PR terlebih dahulu, PR nya adalah 30 soal tentang trigonometri. Untuk mengerjakan soal awal-awal aku bisa mengerjakannya, karena melihat contoh di buku paket. Tapi untuk 5 soal yang akhir meliahat soalnya pun pusing nya minta ampun. Aku coba mengerjakannya, aku otak-atik, terus coba dengan rumus yang ada dan akhirnya terkerjakan juga meski dengan waktu yang cukup lama.
keesokan harinya, semua siswa memperbincangkan PR tersebut dan mereka bertanya-tanya, bagaimana ini 5 soal yang terakhir (intinya begitu saja), aku yang baru datang hanya bilang, "aku sudah kok". Dan mereka terperangah mendengarnya, "lho kok bisa, nyontek dimana? orang yang rangking satu pun tak bisa menjawabnya lho", celetuk seseorang. Aku sedikit berbohong dengan menjawab ,"dibantu temen kok". tapi dalam hati senengnya bukan main, bagaimana tidak, tak seorang pun dikelas yang bisa menjawab soal tersebut dan hanya aku orangnya.
    Setelah aku berpikir, aku menemukan sebuah kesimpulan, matematika itu ada karena proses berpikir, berpikir itu ada karena mencoba, mencoba itu ada karena keinginan, dan keinginan itu ada karena ada rasa ketertarikan.

0 komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
Fery Ferdiansyah, lahir di Bandung 16 Agustus 1992. Anak pertama dari tiga bersaudara, saat ini adalah mahasiswa jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung.